Senin, 09 Maret 2009

iKL@N & mAsyARakat keciL kitA'


by_nashruddin qawiyurrijal'

iklan adalah magis karena mampu menyihir konsumen untuk menkomsumsi suatu komoditas
(Martadi "jurnal deskomvis")

Tak dapat dipungkiri bahwa di era informasi ini, media memegang peranan penting sebagai trendsetter (penentu tren) kehidupan yang turut menentukan iklim kehidupan umat manusia, turut mendukung eksistensi sebuah peradaban, serta turut berpartisipasi pembentukan kepribadian sebuah bangsa.

Dalam sebuah negara demokrasi, seperti Indonesia media/pers merupakan pilar keempat demokrasi setelah lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang disebut oleh Montesqieu sebagai trias politika. Melalui media, masyarakat kemudian dapat memantau, mangamati, dan mengontrol kinerja pemerintahan. Melalui media sebagai penyampai informasi, masyarakat berkesempatan untuk turut andil menggerakkan laju demokrasi dengan berbagai pendapat, kritik, solusi, atau apa pun yang kini dapat dengan semakin mudah mereka sampaikan, baik itu melalui program TV, radio, internet, dan beragam media massa lain.


Kita pun tentu sepakat bahwa salah satu fungsi media bagi masyarakat adalah sebagai sarana informasi, tentunya disamping fungsi-fungsi lain yang tak kalah pentingnya (edukasi ; hiburan) . Namun posisi media saat ini agaknya sedikit mulai mengalami pergeseran (movement) menjadi media iklan (advertising). Kehausan manusia akan informasi telah ditunggangi oleh kepentingan yang sangat profit sebagai jebakan maut yang akan mengantarkan kita pada bentuk kecanduan lain yaitu konsumtifisme (penggunaan barang secara berlebihan) .

Kalau kita coba mengamati proporsi iklan dalam media massa kita sehari-hari (surat kabar ataupun televisi), akan ditemukan bahwa iklan-iklan komersil seakan-akan menjadi menu utama.
Setiap halaman koran bahkan hampir seperdua bagian dari tiap halaman berisi iklan-iklan berbagai produk yang semakin menyusutkan kuantitas news report dalam koran itu. Ruang-ruang berita menjadi kian sempit dan terbatas sementara ruang-ruang iklan justru menjadi begitu luas. Pun begitu dalam media televisi, iklan komersil takkan absent sama sekali dalam break setiap program apa pun.

Hakikat iklan sebenarnya juga adalah sebuah informasi, tetapi informasi komersil hanya akan membuat semakin tumbuhnya beragam keinginan material di masyarakat yang sesungguhnya belum terlalu dibutuhkan oleh mereka. Misalnya seorang kuli bangunan yang begitu menginginkan memiliki sebuah laptop Apple, padahal secara rasional ia sama sekali belum membutuhkan itu, ditambah lagi dengan pendapatan sehari-hari yang pas-pasan.

Apa jadinya dunia ini ketika akibat gempuran iklan yang begitu bombastis, masyarakat kecil (status ekonomi dan tingkat pendidikan rendah) menjadi gandrung akan sebuah barang yang mahal-mahal, lux-lux, atau yang instan-instan?, boleh jadi perampokan, pencurian, penipuan, dan beragam kejahatan modus ekonomi lainnya semakin merajalela.


Penting untuk kita pertimbangkan (khususnya pelaku media) bahwa presentase tertinggi penikmat media massa kita (TV dan radio) saat ini adalah mereka yang berada pada golongan menengah ke bawah, juga bahwa semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi konsumsi televisinya (survey AGB Nielsen Media Research, tahun 2007 di 10 kota besar di Indonesia). Ini berarti orang-orang kaya justru sedikit menonton iklan sedangkan orang-orang miskin mencerna lebih banyak iklan yang tentunya secara linear akan memberikan dorongan/hasrat/stimulus untuk berkeinginan.

Filsuf terkemuka Yunani,Aristotle,mengatakan "kebutuhan manusia terbatas, tetapi keinginannya tidak terbatas", dan keinginan-keinginan yang tek terbatas itu tentunya adalah sebuah konsekuensi logis dari gempuran iklan yang mampu menghipnotis pemirsanya. Olehnya itu, penulis mengharapkan sikap bijak media yang tetap harus berpijak pada porosnya yakni sebagai penyampai informasi (murni) kapada khalayak, bukan justru menjadi penghamba kepentingan kapitalis yang tentunya akan selalu mengharap laba dari setiap produknya tanpa mempertimbangkan keroposnya tatanan masyarakat kita. Juga kepada pemerintah sebagai kontroller media (melalui lembaga-lembaga bentukannya) senantiasa mengkatalisasi proporsi iklan (cetak maupun televisi) yang kian hari kian berjubel. Masyarakat yang baik menurut John Steward adalah masyarakat yang equilibrium/seimbang, pemerintah dan non pemerintah menjalankan tugas, fungsi, dan perannya secara proporsional sehingga tercipta iklim kehidupan yang proporsional pula.

1 komentar:

Posting Komentar

Give Me Comment Please!!
i need your comment to be better..