Kamis, 02 April 2009

KeeP SMILE bOy..



Senyum..
Hmm, sesuatu yang dianggap biasa. Penghias bibir saat berpapasan kawan di jalan. Saat bersua teman lama di Mal Olympic Garden, alun-alun kota,Pasar Besar atau malah di halte bis Malang-Surabaya. Saat menyapa sahabat di kampus tua bercat dinding yang penuh lumut.Saat berbicara dengan teman sebelah kursi diruang kuliah ketika dosen dengan kaca mata minus 6 inch lagi sibuk mengutak-atik rumus. Saat bercengkrama seenaknya di ruang sidang, hingga saat memberi ceramah tanpa judul di forum-forum tak jelas.

Tanpa senyum?
Wow, mungkin bumi akan seperti cerita Bad Mad,Chechnya,Serbia,atau ujung Taliban. Atau kisah Apartheid yang kering kerontang dari sekedar senyum untuk persahabatan, dari sekedar senyum untuk kebersamaan, dari sekedar senyum untuk ketidakberdayaan, dari sekedar senyum untuk kekalahan.

Hmm, hanya sulit untuk membedakan sekaligus menerjemahkan arti sebuah senyum. Apakah penuh ikhlas atau ridha? Atau karena rasa sayang yang tinggi, rasa suka yang tak terungkap, atau rasa simpatik yang mengada-ada? Atau malah karena gombal bin gambil menebar pesona di antara putri-putri khayangan? Atau alasan formalitas, tuntutan situasional, bagian dari kebutuhan atau keinginan, atau malah karena tendensi ataupun benci?

Yang jelas seyum penuh arti. Sepakat? Sepakat!
Tapi sayang nya, kadang senyum juga disalahartikan. Seperti disalah tafsirkannya senyuman-senyuman kaum dhuafa di lampu merah sudut-sudut kota. Padahal nun, dalam lubuk sukma terdalam, ternyata penuh rindu menanti hasil kerja dan kinerja dari orang yang mengaku dan merasa susah dan sudah menjadi pemimpin dari keberpihakan pembelaan pada komunitas mereka.

Senyum..
Esok mungkin akan terasa sulit ketika harus berhadapan dengan primordialitas tuntutan hidup yang berseberangan langsung dengan amanah, tanggungjawab, dan kepercayaan yang sudah pasti bukan sekedar instrumen-instrumen klasik pelengkap interval waktu sang jaka menuju dinasti.

Senyum,,
Kenapa tidak? Kalau orang lain nggak begitu peduli dengan senyum yang disebarkan, tak berkecil hati. Tetaplah senyum agar hidup tetap hidup. Tetaplah senyum paling tidak untuk diri sendiri. Bahkan kadang-kadang makin asyik dan jauh lebih lebih asyik menertawai diri sendiri. Kalau kurang percaya diri dengan senyum yang dimiliki, periksalah gigi mungkin belum sikat gigi sejak kemarin. Kalau sudah disikat namun masih belum percaya diri, berkumurlah dengan pengharum bau mulut dan pemutih gigi.

Kalau itu dianggap masih kurang, hubungi dokter mata tuk periksa secara seksama, jangan-jangan yang sakit mata, atau hubungi dokter jiwa, jangan-jangan yang sakit isi otak. Kalau masih belum juga cukup, hubungi dokter kulit untuk operasi plastic. Mungkin lebih bagus diganti dengan bibir sapi atau kambing, katanya, mereka memiliki senyum yang sangat menawan.
Emang apa sih susahnya untuk senyum. Senyumlah, agar bumi pun tersenyum padamu.

Senyum..
Walau pahit, mungkin lebih baik daripada sembunyi?!

2 komentar:

Kid mengatakan...

Sebuah bahasan ringan dengan persuasi bijaksana Bung..!
But I've One correction for You..
Btw, Let's We make the other Emotional Appeal..!
I'm wait You..
The Proffesional Jurnalist
Vs
The Poor Public Relation

Let's make part II, III etc.

Posting Komentar

Give Me Comment Please!!
i need your comment to be better..